Sudah hampir akhir November. Alhamdulillah selalu ada progres yang signifikan. Sudah lama tak posting segala persiapan pernikahan ini, malah kebanyakan surhat ya blog-nya, aih. Ternyata saya memang butuh penyaluran biar enggak stress.
Sampai minggu terakhir November ini sudah melalui pencapaian apa saja yaa, yaudah sekalian cek-mericek yuk.
1. Vendor Salon dan Dekorasi
Beberapa waktu lalu sudah clear dan fix menggunakan salah satu salon yang berada di kecamatan kota. Sudah deal harga dan alhamdulillah dp salon sudah. Segala yang berhubungan dengan persalonan, entah untuk pengantin dan lainnya sudah tercover dengan jelas. Ada beberapa teman yang tanya, temanya warna apa, yes i answered BLUE. Kenapa biru? Sebenarnya dari awal sedikit bingung mau pakai warna tema apa, namun karena mas cami pengen memakai jas kesatuan dan lebih condong pada warna biru, so dipilihlah nuansa biru. Untuk kebaya yang saya kenakan jelas dong warna biru, ada kombinasi gold. Sudah pernah fitting beberapa baju yang ada nuansa biru sih, tapi yang paling fresh dan cocok ya warna biru gold karena kami memakai gebyog putih. Foto-foto fitting baju, ada sih, nanti deh pas review aja postingnya. 😂 . Intinya masalah makeup, kebaya pengantin, kebaya ortu dan camer, kebaya buat among tamu, kebaya pembagi souvenir dan penjaga buku tamu sudah done. Awalnya saya ingin pake warna peach, ceritanya karena baret si abang warna jingga, kan nyambung tuh. Bagus sebenarnya, tapi setelah liat foto yang make warna peach keliatan pucet, yasudah ya bye bye warna peach.
Nyambung sama salon adalah dekorasi. Ada beberapa teman yang nanya, dekornya jadi satu sama salon atau vendor sendiri? Saya jawab, jadi satu sama salon. Kenapa gitu, jadi karena dari kami sendiri ingin yang simple, enggak ribet harus membicarakan dengan vendor lain. Dan cukup puas sih sama contoh dekor gebyog putih dari salon yang kami pilih. Simple elegant. Karena memang dari awal kami mau yang sederhana, dan memang enggak banyak maunya sih dari kami. Karena ya, meskipun sekali seumur hidup namun tetap kami enggak meribetkan harus begini begitu. Mungkin kami ini termasuk capeng yang santai dan enggak rewel masalah ini. Yang saya pengen sebenernya pake karpet biru, tapi si ibu punyanya sih karpet merah, ah yaweslah enggak apa-apa. Toh itu enggak akan mengurangi esensi dari kesakralan resepsi nanti.
2. All About Akad Nikah dan Temu Panggih
Untuk riasan dan dekorasi akad nikah kami memakai salon yang sama. Insha Allah nanti digelar di rumah. Ada janji ibu perias nih yang belum ditepati, survey tempat buat dekorasi nanti, jadi memperkirakan berapa meter gebyog yang dibawa.
Soal baju akad, hiks, belum dijahitkan. Masih galau mau dijahitkan dimana, yang jelas enggak ribet kok nanti modelnya. Warnanya warna SNI akad nikah, haha. Putih tulang. Mas cami nanti insha Allah pake beskap warna senada dari salon. Untuk ortu dan besan pakai warna gold. Kenapa gold, karena manis dipakai aja sih. Matching sama warna putih tulang. Udah ah jangan tanya kenapa lagi. Hehe.
Untuk baju temu panggih atau temu mantennya, masih galau. Maunya pakai baju akad itu saja biar enggak ribet (dasar manten malas,hehe), tapi kepikiran juga sih mau pakai beludru hitam khas paes ageng, huhu...itu idaman banget kan, secara kepengenan dari awal baju itu. Next deh, dibicarain lagi sama mas cami.
Untuk masalah konsumsi, insha Allah sudah fix. Direview deh nanti-nanti.
Untuk soal persyaratan seperti surat N1 dkk serta foto, insha Allah mulai nyari pertengahan bulan Desember atau awal Januari, sekalian bikin SKCK buat syarat untuk pengajuan nikah ke kesatuan.
3. Catering
Done untuk menu dan order menu gubukan. Untuk menu buffet sudah dibicarain dengan vendor, namun belum deal masalah harga. Akhir tahun boo, mau ganti tahun harga-harga bahan baku ikutan ganti boo. Alat-alat prasmanan, oke fix sudah siap tinggal diangkut.
4. Souvenir
Sudah selesai pengepakan sejak sebulanan lalu. Tinggal pasang kartu ucapan aja. Aih, enggak sabar kerja rodi lagi saya. Hehe
5. Undangan
Satu lagi vendor percetakan undangan yang saya datengin. Frescho di Jalan Pramuka, pas belakangnya Putra Sala Group. Saya nanya banyak dan dijelasin sama Mbak Evi singkat padat namun informatif sekali. Kemungkinan besar jadi pakai vendor ini. Saya enggak janji ke mbak evi mau dateng lagi tapi saya berjanji dalam hati, kalau foto prewed sudah selesai editing langsung cuz di mari. Biar papa sama mama enggak ribet nanyain kapan pesen undangan. Karena ya, pengennya undangan itu kesebar ke saudara jauh beberapa minggu sebelum acara. Karena dari kami sendiri kan juga butuh waktu dan perencanaan yang1 tepat kapan mau sowan.
Biarpun masalah undangan belum fix, label nama undangan malah sudah fix. Tinggal nambahin satu dua yang ketinggalan doang. Kemarin sih pas2 nanya ke mbak evi buat label nama nambah 200rupiah/nama. Tapi untuk satu itu udah saya handle sendiri. Gampang sekali ternyata, hehe. Lumayan nyimpen 200 rupiah dikalikan berratus-ratus undangan. Hehe
6. Prewedding Photoshot
Jadwalnya sih pada minggu-minggu ini. Tungguin deh, pasti saya share di sini beberapa yang oke deh. Bismillah.
7. Dokumentasi Acara
Sudah bisa ditebak dong kami make siapa, hehe. Sudah deal-deal-an. Tapi belum kasih depe. Hehe. Kita kan friends ya, kalau enggak jadi make, boleh deh ke rumah.
8. Souvenir Panitia
Sudah disiapkan dengan cantik, disimpan rapi deh sekarang.
9. Mahar dan Seserahan
Kemarin sudah tanya soal pesan mahar, ya ampun mihil boo di sekitar Madiun barat. Belum hunting harga lagi karena belum sempat. Sudah cazcizcuz nanya yang nemu di IG, dibalas dan belum ada tindak lanjut dari kami.
Untuk seserahan, belum ada sama sekali yang dipersiapkan, hehe. Nantilah mendekati hari H.
10. Gedung
Sampai lupa kalau gedung sudah fix. Tinggal nglunasin, harga naik pula 😂.
11. Hiburan
Ya Allah hampir lupa, ini juga belum sama sekali dihandle. Pucing pala belbi 😭.
12. Ngunduh Mantu
Sedikit banyak membahas acara dengan bumer. Insha Allah nuansa tosca karena, karena bumer udah beli kain buat beliau dan mama warna tosca. Kami yang enggak ribet, mengikutilah yaaa. Never mind. Acaranya gimana next kami bicarakan lagi.
13. Administrasi Persyaratan Pengajuan Nikah
Sedikit demi sedikit diurus. Semoga dimudahkan sampai selesai. Aamiin.
14. Susunan Panitia
Sudah dibentuk sama papa, dibikin enggak ribet. Dibikin sederhana. Dibikin bukan seperti ada jabatan tapi lebih kepada job description.
15. Hunian
Ada yang belum sama sekali saya ceritakan di blog ini. iya soal hunian. Alhamdulillah memang sudah ada hunian untuk kami tinggal setelahnya nanti. Sudah mulai touch up finishing. Bismillah. Bismillah. Bismillah.
16. Etc
Apa lagi ya, itu dulu ya. List yang harus difollow up sudah saya rinci di Note Henpon. Banyak sholawat deh demi kelancaran. Aamiin.
Selasa, 24 November 2015
November in Progress
Khawatir
Menemukan tulisan tersebut di salah satu forum menulis di saat saya sedang khawatir rasanya sangat pas sekali pagi ini. Pas karena saya sedang bosan dan lelah hidup dengan kekhawatiran. Kekhawatiran yang entahlah membuat saya susah tidur dan susah makan akhir-akhir ini, atau mungkin sudah beberapa bulan terakhir ini. Kekhawatiran yang bukan tanpa alasan, kekhawatiran yang ya, rasanya ingin saya bekukan dalam freezer dengan suhu minus berlipat-lipat. Kekhawatiran yang menjadikan rasa was-was dan cemas tak berkesudahan. Kekhawatiran yang muncul di hati, ingin sekali meretas, namun tak kuasa untuk mengucap. Kekhawatiran yang muncul, menggerogoti setiap jeda waktu yang saya punya. Menggerogoti segala ruang berpikir saya yang semakin sempit menurut saya. Sungguh, saya lelah dengan segala kekhawatiran ini.
Teori tutup mata, tutup telinga memang tidak sesulit prakteknya. Prakteknya sungguh sulit, sungguh membikin hati dan pikiran remuk redam untuk sekedar kembali duduk dengan manis. Saya rasa posisi duduk saya sudah tidak karuan. Saya rasa untuk kembali duduk manis saja masih susah. Iya, saya benci kekhawatiran ini. Sangat benci. Manusiawi bukan jika saya membenci kekhawatiran ini?
Tidak ada jalan lain selain menghadapi dengan penuh senyum. Tidak ada jalan lain selain kembali membenahi posisi duduk lalu membuang jauh segala bentuk kekhawatiran ini. Tahukah kamu, saya khawatir karena memang sangat khawatir. Sangat was-was. Lalu, apa yang bisa saya lakukan? Hold and hug me please, dear.
Minggu, 22 November 2015
Instagram oh Instagram
Coba deh ngaku siapa yang enggak punya instagram?! Jaman dimana smartphone lebih indah dari apapun, instagram (IG) jadi salah satu menu favorite bagi manusia jaman sekarang. Instagram itu ibarat diary. Saya punya instagram awal-awal Android jenis Frozen Yogurt (Froyo) muncul. Froyo adalah android generasi pertama yang lahir sebagai nenek moyang smartphone. Itu mungkin sekitar tahun 2011 atau 2012-an kemarin. Wow, sekarang bahkan 2015 belum habis, android udah punya banyak jenis. Saya lupa urutannya, tapi yang jelas sudah banyak sekali dan si Froyo saya, Samsung Galaxy Mini saya masih setia menemani saya hingga kini.
Back to the IG. Saya punya IG jaman masih android sebagai barang aneh bagi semua. Followers dan following-nya masih sedikit banget. Akun-akun traveling, online shop, bahkan instanusantara yang per-kota ada saja waktu itu belum lahir. Penggunaan hastag yang panjang kayak kereta juga belum begitu banyak. Dulu masih polos mengaplod foto enggak penting, kasih caption alay, dan sederet hal-hal yang sekarang saya pikir kenapa dulu saya melakukannya? 😂 . Tidak, saya tidak menyesal. Namun mengingat itu semua saya jadi ketawa, saya bisa alay dan semacam enggak penting juga ya.
Virus memposting tempat dolan kembali muncul. Tapi saya bukan tipe jepret langsung aploud. Sesempatnya saya saja kapan meng-aploudnya. Semau saya mau men-touch up sedemikian rupa sehingga biar tambah keren. Tak jarang pula, foto selfie atau groufie juga pernah saya aploud. Biar kekinian katanya.
Virus memposting apapun yang kekinian memang tetap menjamur, tetap ada sekalipun saya tak lagi ketularan dan ketagihan. Namun tetap ya, memposting apapun dapat sedikit mengurangi ketidakwarasan diri untuk sedikit lebih ceria. Bicara soal IG, entah mengapa para hater dan kepoers semakin hari semakin banyak. Entah mengapa yang menjadi sasaran utama adalah IG saya. Mau mencari apa sih? Mau kepo soal saya dan mas cami? Ah, saya sampai terharu ada beberapa akun IG yang terkunci dan beberapa kali mencoba memfollow akun saya. Sudah saya tolak lo, kok enggak malu sih ya padahal cuma sesimple perkara memfollow IG loh, mbak 😅. Kalau saya sih, malu aku maluuu...pada semut merah, yang berbaris di dinding. Yang jelas hak saya main-main IG jadi sedikit terganggu meskipun IG saya gembok. Namun juga semakin mendewasakan saya bagaimana menggunakan akun tersebut dan bagaimana menertawakan hidup yang semakin hari semakin tak karuan karena keingintahuan pihak lain. Selamat bermain Instagram, kakak.
Tentang Menyembunyikan dan Mempublikasikan
Perkara berbagi, ada kode etik tersendiri yang sepertinya ada kepantasan atau ketidakpantasan dalam individu masing-masing. Kode etik itu seperti tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Meretas dalam diri masing-masing individu. Perkara berbagi apalagi berbagi cerita, seperti blog ini misalnya, seseorang pernah bertanya kepada saya, sempat sekali menulis di blog tentang apa-apa yang sedang atau sudah saya lakukan untuk persiapan ini. Jadi begini, berbagi cerita di sini karena selain berbagi pengalaman (entah ada yang baca atau tidak), ada hasil karya sebagai luapan euforia atau luapan emosi yang kita keluarkan dalam bentuk tulisan. Kenapa saya sempatkan, karena otak perlu penyaluran kreatifitas yang mana kelak dapat saya baca suatu saat nanti, ketika mungkin saja saya kangen dengan masa-masa ini. Perkara sempat tak sempat itu tergantung masing-masing membagi waktu, atau membuang waktu untuk urusan seringan berbagi di blog. Toh, apa-apa yang dituangkan disini adalah lewat proses filterisasi, tidak semua dipublis di sini bukan? 😊
Perkara menyembunyikan atau mempublikasikan, di sini saya akan membahas waktu. Saya rasa selalu ada alasan kenapa seseorang bisa saja menyembunyikan atau mempublikasikan kapan dia akan menikah. Perkara waktu tentu tidak main-main. Memang ya, seseorang itu akan menjadi sangat sensitif ketika semakin mendekati harinya. Ada yang sejak awal terang-terangan mempublikasikan, ada pula yang secara sedikit terbuka, dan ada pula yang dengan tegas menyembunyikan. Maksudnya sama, mungkin untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Dan mungkin juga untuk surprise.
Buat saya, tidak sembarang orang boleh tahu kapan hari tiba. Cukup mohon doa untuk kelancaran semuanya. Saudara-saudara dan sahabat dekat memang sudah tahu. Tapi untuk yang lebih banyak lagi saya rasa tak perlulah tahu. Perkara mempublikasikan atau menyembunyikan itu memang bersangkut paut dengan emosi dan sensitifitas. Benar adanya, bahkan tingkat sensitifitas semakin meninggi, pun perkara tanggal dan siapa yang ingin tahu. Kembali kepada pribadi masing-masing yang akan menikah, dan kembali pula kepada pribadi lain yang ingin tahu kapan pastinya.
Minggu, 15 November 2015
Kami Sedang Belajar
Belajar. Ya, kata itulah yang dapat mewakili kami sejak periode itu. Periode yang membawa kami hingga sejauh ini. Kami sedang belajar bersama. Belajar tentang banyak hal mulai dari hal yang remeh temeh hingga hal yang baru untuk kami. Kami sedang belajar menyelaraskan pikiran dan kemauan. Bukan, bukan karena kami tidak sepaham. Semua itu karena dia laki-laki dan saya perempuan, dia lebih menggunakan logika dan saya tidak sedikit pula menggunakan perasaan, serta usia yang sebenarnya tidak terpaut jauh namun sedikit banyak memberikan kami perbedaan. Namun sebenarnya tujuan kami adalah satu. Satu untuk selamanya. Aamiin.
Saya memang belum pandai memainkan pisau untuk segala jenis jamuan. Namun saya belajar untuk itu. Di rumah mama maupun di rumah ibu selalu saya sempatkan untuk meluangkan waktu bermain-main dengan segala jenis peralatan perang. Dia, meskipun tidak begitu ahli, namun lebih pandai memainkan pisau (saya sedikit malu 😂). Namun dalam kesempatan langka kami menyempatkan diri belajar bersama memainkan pisau. Saya belajar banyak dari dia. Saya belajar banyak tentang ilmu masak-memasak, dari mama, dari ibu, juga dari dia. Dia pandai memasak ❤.
Kami belajar mendesain dan menerapkan langkah DIY (do it yourself alias bikin sendiri). Kami belajar mendekor ruang, memilih warna, memadupadan bahan, dan tidak jarang pula berdebat tentang hal-hal kecil yang pada ujungnya akan berhenti pada kalimat 'yaudah, lihat saja besok". Seketika kami terdiam, tersenyum, lalu berdebat lagi. Iya, kami sedang belajar.
Kami sedang belajar mengumpulkan. Mengumpulkan semangat, mengumpulkan rezeki, mengumpulkan segala hal yang dapat membuat kami nyaman selanjutnya. Iya, lagi-lagi kami belajar saling mendukung satu sama lain, saling memberi semangat, saling berkirim doa untuk kebaikan bersama.
Masih banyak pelajaran yang sedang kami ramu. Tak lupa kami meramu ilmu kesehatan, ilmu gizi, kesehatan reproduksi, tentang anak, tentang masa depan anak, dan perkara yang berkaitan dengan buah hati. Terlalu jauh dan tabukah? Tidak menurut kami. Karena kami siap, maka harus belajar. Entah dengan membaca buku, browshing internet, rajin bertanya, hingga masuk pada forum-forum yang membahas tentang mitos atau fakta. Kami belajar dari mana saja.
Menikah adalah tentang belajar banyak hal. Menikah adalah tentang pembaruan dan penyegaran pengetahuan. Bagi kami semua itu adalah hal baru, mungkin dulu sedikit banyak telah belajar tentang beberapa hal tersebut, tapi kali ini kami belajar bersama, karena kebutuhan dan kenyamanan tidak akan tergerus oleh ego kami serta pihak manapun yang masih tetap ingin tahu keadaan kami. Selamat belajar.
Selasa, 10 November 2015
Rasanya Kami Tak Sempat
Rasanya kami tidak punya waktu untuk sekedar haha hihi menertawakan stand up comedy di televisi. Kami serasa tidak sempat meluangkan waktu sekedar mengintervensi para kepoers dan haters. Waktu kami sudah terbuang untuk hal-hal yang bersifat krusial dan segera. Kami harus pandai memutar otak, bagaimana memanajemen beberapa yang memang harus diurus seperti segala kebutuhan pra nikah dan pasca menikah. Tidak jarang kami berpikir kesiapan kami berdua belum cukup, namun kami berani mengambil keputusan besar ini karena kami yakin kami bisa. Kami berusaha semampu kami dan tentunya tak luput dari doa restu orang tua dalam segalanya. Urusan kepoers dan haters itu menguap dengan sendirinya. Namun tak jarang juga, tidak sengaja terbawa pikiran tentang itu. Kenapa begitu? Ah, entahlah. Kami anggap itu adalah intermezo untuk menguatkan niat dan cinta kami. Kami melangkah untuk mengharap ridhoNya. Kami melangkah bukan atas kendali penuh dari orang tua kami. Kami melangkah karena memang yakin dengan jalan yang kami tempuh. Kami melangkah atas keyakinan kami mengalahkan ego masing-masing tentang siapa dia dan siapa saya di masa lampau. Masa lampau sekali. Masa di mana kami tidak akan kembali namun tetap menjadikannya sebagai pelajaran kami.
Saya hanya meyakini satu hal bahwa kami yakin dan selalu yakin akan jalan yang kami tempuh ini adalah sesuai jalan dariNya. Tiada keraguan sedikitpun. Tiada kegoncangan hati hanya karena intervensi kepoers dan haters kami. Selamat malam, selamat beristirahat. Saya lelah.
Kamis, 05 November 2015
Tentang Kebiasaan yang Tergerus
Pada jaman dahulu, saya suka main yang jauh. Main dengan brother dan atau teman-teman saya dari berbagai kalangan. Sejak dahulu, saya pengagum pantai dan senjanya, namun saya tidak bisa berenang bahkan menyelam untuk diving yang sedang booming. Sejak kecil, papa sudah menulari jiwa-jiwa dolannya kepada saya dengan penuh kesederhanaan. Rasanya, waktu itu tiada hari tanpa dolan setiap minggunya. Dolan menikmati alam, bukan sekedar cuci mata dan berakhir pada budaya konsumtifisme. Dolan dengan penuh kesederhanaan menggunakan roda dua. Jauh dekat tak masalah ketika itu, ketika encok di badan masih belum terasa begitu kuat semakin lama.
Kebiasaan itu berlanjut, masa-masa SMP dan SMA, hobi dolan terlaksana dengan teman-teman (waktu itu brother masih terlalu kecil untuk ikut dolan bersama). Sudah agak lupa kemana kami dolan bersama, yang saya ingat hanyalah pernah pada masa itu saya kemudian malas main karena takut di jalan. Iya, saya sempat takut jika terjadi apapun di jalan, bahkan di tempat tujuan. Katakaan saat itu sempat takut tantangan. Entahlah, sedihnya sekarang.
Beranjak sedikit lebih dewasa, rasa ingin main-main itu tumbuh kembali. Kehidupan di Malang yang banyak dan mudah dijumpai tempat main, seolah membius saya untuk kembali rajin main. Rajin setor muka ke setiap tempat wisata yang ada. Namun lagi-lagi kemudian saya sempat vakum dari dunia dolan-dolan karena beberapa kesibukan setiap weekend dan setiap libur.
Jadwal dolan-dolan yang sempat terbengkalai perlahan hidup kembali seiring berkembangnya akun instagram. Iya, banyak sekali akun pribadi bahkan akun official tempat-tempat dolan atau komunitas fotografi dan atau komunitas lainnya yang memamerkan aneka ragam pose tentang dolan dan jalan-jalan. Racun memang. Apalagi banyak sekali spot yang mungkin saja belum saya kunjungi #banyak pasti. Kemudian saya sempat mengikuti aliran dimana setelah saya dolan, saya aploud dengan sedikit touch up editing foto, hastag yang berjejer, dan caption yang penuh makna. Ah, masa itu. Masa pencarian jati diri. Masa di mana dolan begitu nikmat. Sempat saya berpikir, siapa tahu ketemu jodoh di salah satu perjalanan itu. Siapa tahu kan?
Perlahan kebiasaan dolan itu (apalagi yang kemudian di-aploud di sosial media) perlahan menghilang, tergerus dengan satu hal yang sebenarnya tidak dapat disalahkan. Dolan atau sekarang bahasa kerennya adalah traveling adalah hobi yang harus dituntaskan. Sama halnya dengan mas cami yang punya hobi pada modifikasi motor (yang tak ada habisnya 😪) dan pada musik yang masih tersalurkan kadang-kadang. Atau mungkin saja sebenarnya mas cami juga berhobi dolan namun saya yang tidak mengetahuinya?
Sekarang, saat ini, saya sedang malas dolan, malas jalan-jalan. Bagi saya sekarang semua itu hanya buang waktu, berkebalikan memang, seperti bukan dari saya persepsi itu. Seolah tergerus dengan satu hal yang kembali tak dapat disalahkan. Satu hal tersebut bukan sebagai penghalang saya dolan, namun entahlah, jiwa saya yang berkata, saya harus berhenti. Saya harus belajar lebih banyak tinggal di rumah karena akan ada yang saya urus. Semua itu nyatanya dapat saya lalui namun sesekali juga rindu dengan masa di mana dolan adalah dewa yang harus disembah. Saya labil di titik ini. Maafkan. Hiks.
Semalam ketika telefon hampir tengah malam berbunyi, mas cami mengatakan sesuatu tentang Morotai. Wilayah di salah satu bagian Indonesia timur (saya tahu setelah langsung mengecek via globe eh Google Maps maksudnya, sesaat setelah telefon ditutup). Iya, ada rencana ke Morotai dalam waktu dekat ini. Kembali bertafakur, jika memang harus berangkat jagalah beliau dan rekan-rekan sejawatnya. Tak lama memang, namun membayangkan mempersiapkan semuanya sendirian adalah seperti tinggal dalam rumah sendirian. Kepo-lah kemudian tentang Morotai, lebih tepatnya membayangkan bagaimana jika suatu saat tugas itu harus menyertakanku ikut. Morotai, di sana adakah sinyal? Adakah toko penjual pampers bayi? Atau adakah tempat dolan aduhai yang bisa sebagai pelipur lara?
Morotai yang jauh di mato, Morotai yang tak pernah saya cari tahu tentangnya sebelum ini, Morotai yang ternyata mempunyai Lanud Leo Wattimena, ternyata menyimpan segudang cerita sejarah. Saya bukan mantan anak IPS, jadi saya tidak tahu bagaimana sejarah Morotai. Pelajaran Sejarah sejak SD yang menampilkan kerajaan di Indonesia dan trengginasnya bangsa Indonesia jaman dahulu, tak sedikit pun menggores memori saya tentang Morotai. Iya, saya buta warna akan Morotai. Ternyata Morotai memang indah. Morotai memang candu. Banyak spot menarik yang harus dikunjungi jika saja saya sempat menginjakkan kaki di Provinsi Maluku Utara tersebut. Namun ingat, itu hanya seandainya. Karena tak mungkinlah tanpa suami menginjakkan kaki di tanah yang sempat dirajai oleh MacArthur tersebut. Ah, namun semoga saja tak lamalah mas cami di Morotai, kami punya satu jadwal untuk prewedding dalam waktu dekat ini. Bismillah. Semoga jika memang harus berangkat ke Morotai, tak lama dan kembali dengan selamat. Lalu jika suatu saat dapat bertandang ke Morotai, semoga dapat tumbuh kembali nafsu dolan mengeksplore Morotai. Wallahuallam 😂.
Selasa, 03 November 2015
Ketika Jenderal Sudirman, Kamu, dan Takdir Berkonspirasi
Pagi tadi kembali membuka-buka akun IG, lihat-lihat postingan terdahulu. Ada satu postingan lima puluh minggu yang lalu atau sekitar bulan Agustus 2014 tentang Monumen Panglima Besar Jenderal Sudirman di Pacitan. Lupa kapan tepatnya travelling ke sana sama brother. Yang aku ingat siang itu matahari cukup tinggi ketika kami sampai.
Sejujurnya kami (saya dan brother) penikkmat jalan-jalan santai, penikmat touring. Selalu penasaran dengan tempat baru lalu tiba-tiba saja pengen mengunjungi. Bukan, bukan agar terlihat hits di postingan IG. Bukan untuk mengejar likes IGers. Kami memposting karena ingin meracuni para IGers. Kami sengaja mengambil spot foto yang sedikit berbeda, macam fotografer kelas dunia, padahal modal kami hanya kamera hp dan kamera pocket. Gaya memang kami. Tapi itulah kami, dengan sedikit ketidakwarasan kami memang menyukai dolan dan menyukai touring.
Sebelum mampir ke monumen, kami sempat menuju rumah yang dulu katanya sempat dijadikan Jend. Sudirman mengatur strategi. Waktu itu sempat berdecak kagum, tentara jaman dulu sungguh tangguh. Di medan seperti itu mampu menghasilkan tempat persembunyian dengan baik serta berbagai pencapaian hingga Bumi Pertiwi ini merdeka. Ah, sempat kagum dengan Tentara Nasional Indonesia. Seandainya, ah lalu lamunanku dikagetkan oleh brother yang mengajak meninggalkan tempat itu lalu menuju monumen.
Saya sudah lupa kapan saya memposting foto itu. Sudah lupa dapat ilham dari mana hingga menulis caption seperti itu. Lalu tiba-tiba, sekitar empat belas minggu lalu ada seseorang yang dengan berapi-api menceritakan pengalamannya semasa pendidikan. Satu hal yang menarik adalah beliau menyebut monumen itu. Saya hanya bisa mendengarkan dengan seksama, sambil mengingat sesuatu yang terdahulu. Iya, saya teringat tentang lamunan saya ketika berada di rumah Jend. Sudirman, lalu teringat postingan saya di IG. Sudah, sudah cukup demikian ketika itu. Itu saja. Pagi ini, saya kembali membaca caption itu;
'Ada yang teguh berdiri rela dipeluk panas dan hujan, karena ia tahu akan ada kamu yang menghampirinya.
Diam-diam dia mendoakanmu. Diam-diam dia merindukanmu.
Namun yang menarik hatimu, belum tentu baik bagi menurut Yang Maha Cinta.
Tetaplah di sana, jika takdir mempertemukan, pasti ada jalan.'
sesederhana itu caption yang saya buat. Lalu tiba-tiba saya merasa setelah ada yang bercerita tentang perjalanannya menjelajah hingga monumen itu, saya selalu tak luput dari monumen tersebut. Mulai dari liputan di televisi tentang monumen itu, lokasi prewed salah satu anggota dari kesatuan yang sama, hingga liputan khusus tentang Jend. Sudirman menyambut HUT TNI awal bulan lalu. Saya terdiam, lamunan saya ketika itu membawa saya yang sekarang berujar Alhamdulillah. Ada seseorang setangguh Jend. Sudirman saat ini. Seseorang yang rela bergerilya demi Bumi Pertiwi. Seseorang yang rela berpanas ria di akhir Ramadhan bergerilya demi sesuatu yang belum pasti ketika itu, sama halnya kemerdekaan Indonesia yang saat itu masih belum jelas. Seseorang yang mendatangi saya sesaat setelah mama berujar 'di rumah saja, jangan main jauh-jauh, siapa tahu justru kamu bertemu jodohmu di rumah'. Seseorang yang mendatangi saya dengan semangat empat lima padahal kami tak saling kenal sebelumnya, bahkan orang tua kami pun tak saling kenal. Seseorang yang pada awalnya tak pernah saya bayangkan akan menarik hati saya, yang ternyata diamiini oleh Sang Maha Cinta. Seseorang yang hadir atas pengharapan penuh dalam bait-bait doa yang sama-sama kami panjatkan. Seseorang yang benar-benar hadir atas dasar takdir yang mempertemukan. Biarlah orang berkata apapun tentang kami, tentang perjalanan kami yang benar-benar tak kami sangka sebelumnya. Biarlah mereka-mereka yang sok tahu tentang kami hidup dalam pikiran mereka masing-masing, merajut semua karangan indah menurut versi mereka. Karena kami, tetap berdiri kokoh seperti Jenderal Sudirman, tak peduli dengan semua yang terlalu mencampuri urusan kami, karena kami punya Tuhan yang lebih besar dari apapun. Keep istiqomah. Dagdigdug karena hari itu semakin dekat. Lindungi kami ya Rabb.